Sekarang,
apakah kita telah memahami bahwa siapa yang menciptakan fitnah ini? Siapa yang
mengambil manfaat darinya? Apakah kita mengerti bahwa setan inilah yang
mengajak kaum muslimin pada perpecahan dan pengkafiran satu sama lain, padahal
perbedaan yang ada lebih sedikit dari apa yang dibayangkan oleh orang-orang
yang tertipu oleh setan ini. Ustad Anwar Jundi kemudian berkata:
“Kenyataannya
adalah bahwa perbedaan antara Sunni dan Syiah tidak lebih dari perbedaan antara
mazhab Sunni yang empat.”
Supaya kita tidak menduga seperti ini bahwa Syiah dan Sunni secara umum adalah berbeda dan dalam sejarah mereka bukan termasuk ghuluw mari kita baca ungkapan Ustad Jundi: “Sudah selayaknya para peneliti berhati-hati dalam menyamakan Syiah dengan Ghulat. Para Imam Syiah sendiri menyerang Ghulat dan telah mengingatkan rekayasa para Ghulat.”
Ustad
Sami’ Athifuzzain, penulis kitab al-Islam wa Tsiqafatul Insan telah menulis
sebuah buku berjudul al-Muslimun…Man Hum? (Siapakah Kaum Muslimin?) yang di
dalamnya terdapat analisa posisi Sunni dan Syiah. Dalam mukaddimah kitabnya,
dia menulis:
“Pembaca
yang mulia, apa yang menyebabkan buku ini ditulis adalah dua pengelompokan buta
yang saat ini muncul dalam masyarakat kita, khususnya di antara kaum muslimin
Syiah dan Sunni yang semestinya terhapus dengan terhapusnya kejahilan. Tetapi
sayangnya, hal ini terus berakar dalam hati-hati yang tidak sehat, sebab sumber
pengelompokan ini adalah sekelompok orang yang berhasil menguasai dunia Islam
lewat nifaq. Kelompok itu adalah musuh Islam yang tidak bisa hidup kecuali
seperti lintah penghisap darah. Saudara-saudara Syiah dan Sunniku! Saya akan
mengungkapkan hakikat penting tentang pemahaman Qur’an, Sunni dan Syiah kepada
anda karena perbedaan ini hanya terletak pada pemahaman atas Qur’an dan Sunnah
bukan pada asli Qur’an dan sunnah.”
Ustad
Sami’ Athifuzzain, di akhir bukunya berkata:
“Setelah
kita mengetahui dalil terpenting yang membuat ummat mengalami badai, saya akan
mengakhiri buku ini dengan ungkapan ini, bahwa kita sebagai muslimin khususnya
dalam era ini memiliki kewajiban untuk menjawab penyelewengan mereka yang
menjadikan mazhab-mazhab Islam sebagai alat untuk menyesatkan dan mempermainkan
pikiran serta meningkatkan keraguan dan syak,” dan “kita harus menghilangkan
ruh jelek perpecahan dan menutup jalan bagi mereka yang memperluas kekerasan
dalam agama, agar kaum muslimin kembali bersatu seperti masa lalu, berkerja
sama, saling mencintai, bukan berkelompok-kelompok, garang dan jauh satu sama
lainnya” “mereka harus sabar meneladani khualafaur rasyidin yang salingbekerja
sama”.
Ustad
Abul Hasan Nadawi menginginkan terciptanya kedekatan antara Syiah dan Sunni.
Kepada Majalah al-I’tisham, dia berkata: “Jika hal ini terlaksana—yaitu
kedekatan Sunni dan Syiah—akan terjadi sebuah revolusi yang tak ada
tandingannya dalam sejarah baru pemikiran Islami.”
Ustad
Shabir Tha’imah berkata:
“Sudah selayaknya dikatakan bahwa antara Syiah dan Sunni tidak memiliki perbedaan dalam ushul. Sunni dan Syiah adalah muwahhid. Perbedaan hanya pada furu’ [fikih] yang sama saja seperti perbedaan fikih di antara mazhab yang empat (Syafii, Hanbali…). Mereka mengimani ushuluddin sebagaimana yang ada dalam Quran dan sunnah Nabi. Selain itu mereka juga mengimani apa yang harus diimani. Mereka juga mengimani bahwa seorang muslim yang keluar dari hukum-hukum penting agama, maka Islamnya tidak benar (bathil). Yang benar adalah bahwa Sunni dan Syiah, keduanya adalah mazhab dari beberapa mazhab Islam yang mengambil ilham dari kitabullah dan sunnah nabi.”
“Sudah selayaknya dikatakan bahwa antara Syiah dan Sunni tidak memiliki perbedaan dalam ushul. Sunni dan Syiah adalah muwahhid. Perbedaan hanya pada furu’ [fikih] yang sama saja seperti perbedaan fikih di antara mazhab yang empat (Syafii, Hanbali…). Mereka mengimani ushuluddin sebagaimana yang ada dalam Quran dan sunnah Nabi. Selain itu mereka juga mengimani apa yang harus diimani. Mereka juga mengimani bahwa seorang muslim yang keluar dari hukum-hukum penting agama, maka Islamnya tidak benar (bathil). Yang benar adalah bahwa Sunni dan Syiah, keduanya adalah mazhab dari beberapa mazhab Islam yang mengambil ilham dari kitabullah dan sunnah nabi.”
Ulama-ulama
Ushul Fiqh meyakini bahwa jika para mujtahid Syiah benar-benar tidak sepakat
dalam satu hal, ijma (kesepakatan pendapat dalam hukum) tidak akan tercapai
sebagaimana jika para mujtahid Ahli Sunnah tidak mencapai kesepakatan. Ustad
Abdul Wahab Khalaf berkata:
“Dalam
ijma’ ada empat rukun dan jika tidak tercapai ijma kecuali dengan adanya keempat
rukun tersebut. Rukun kedua adalah bahwa semua mujtahid menyepakati sebuah
hukum syar’i dari sebuah kejadian pada saat terjadi tanpa memandang negara, ras
atau firqahnya. Jika dalam sebuah kejadian hanya mujtahid-mujtahid Haramain
atau hanya mujtahid-mujtahid Irak atau hanya mujtahid-mujtahid Hijaz atau hanya
mujtahid-mujtahid Ahli Bait, atau hanya mujtahid-mujtahid Ahli Sunnah
menyepakati hukum tanpa kesepakatan mujtahid-mujtahid Syiah, maka dengan
kesepakatan khusus ini secara syar’i tidak akan tercapai. Sebab ijma baru
tercapai hanya dengan kesepakatan umum semua mujtahid dunia Islam dalam satu
peristiwa dan ini tidak berlaku pada selain mujtahid.”
Jika
kesepakatan Syiah untuk tercapainya ijma diangap penting, maka apakah setelah
ini Syiah juga tetap dianggap sebagai firqah sesat dan akan masuk neraka?!
Ustad
Ahmad Ibrahim Beik yang merupakan guru Syaikh Syaltut, Syaikh Abu Zuhrah dan
Syeikh Khalaf, dalam kitabnya علم اصول الفقه ويليه تاريخ التشريع الاسلامي dalam pembahasan khusus tentang
sejarah Syiah, menuliskan:
“Syiah
Imamiah adalah muslimin dan mengimani Allah, Nabi, Qur’an dan semua yang dibawa
oleh Nabi Muhammad saw. Mazhab mereka banyak dianut di Iran.”
Kemudian
dia menambah:
“Di tengah-tengah Syiah, di masa lalu dan saat ini, telah muncul ulama-ulama besar dalam berbagai ilmu dan seni. Mereka memeliki pemikiran yang dalam dan pengetahuan yang luas. Kitab-kitab karangan mereka mempengaruhi ratusan ribu orang dan saya mengetahui mayoritas buku-buku tersebut.”
“Di tengah-tengah Syiah, di masa lalu dan saat ini, telah muncul ulama-ulama besar dalam berbagai ilmu dan seni. Mereka memeliki pemikiran yang dalam dan pengetahuan yang luas. Kitab-kitab karangan mereka mempengaruhi ratusan ribu orang dan saya mengetahui mayoritas buku-buku tersebut.”
Dalam
catatan pinggir di dalam halam kitab tersebut, dia menulis: “Di kalangan
orang-orang yang dinisbahkan sebagai Syiah juga terdapat (Ghulat) yang
sebenarnya telah keluar dengan keyakinan yang dimilikinya dan mereka sendiri
ditolak oleh Syiah Imamiah dan kelompok ghulat ini tidak dibiarkan begitu saja
oleh Syiah.”
Setelah
kesaksian yang banyak dari para ulama ini, saya ingin menunjukkan bahwa mereka
yang berusaha mengulang kembali fatwa Ibnu Taimiyyah yang menentang
Rafidhah—meliputi hampir semua firqah Syiah—dan berusaha mempermalukan Syiah 12
Imam dengan fatwa ini dan sebagai hasilnya mereka berusaha menentang Revolusi
Islam, sesungguhnya mereka telah melakukan beberapa kesalahan penting:
1.
Mereka tidak bertanya
terlebih dahulu mengapa dalam sejarah Islam sebelum Ibnu Tayyimah, fatwa
seperti ini tidak pernah ditemukan? Apalagi Ibnu Taimiyyah hidup pada abad ke-8
H yaitu 6 abad setelah kemunculan Syiah.
Mereka tidak mampu memahami jaman Ibnu Taimiyyah dan ketimpangan
sosial masyarakat Islam ketika pihak luar menyerang Islam.
Dalam
maraknya kebencian terhadap Revolusi Islam Iran—dan pengambilan sikap politik
negatif terhadap Iran—mereka tidak berusaha untuk menganalisa apakah kata
‘Rafidhah’ sesuai untuk Syiah atau tidak?
Ustad
Anwar al-Jundi dalam bukunya berkata: “Rafidhah bukan Sunni dan Syiah.”
Imam
Muhammad Abu Zuhrah dalam kitabnya tentang Ibnu Taimiyyah telah membahas
sebagian firqah Syiah seperti Zaidiyah dan 12 Imam tanpa menyebut sedikit pun
tentang sikap negatif Ibnu Taimiyyah. Tetapi ketika menyebutkan Ismailiyah, dia
berkata: “Inilah firqah yang ditentang oleh Ibnu Taimiyyah. Ibnu Taimiyyah
memeranginya dengan pena, lidah dan pedang.” Maka, Imam Abu Zuhrah membicarakan masalah ini
dengan terperinci ketika membahas tentang firqah ini—menurut
pengakuannya—karena sikap negatif Ibnu Taimiyyah terhadap firqah ini.
Inilah
sikap sebagian gerakan-gerakan dan pemimpin Islam terhadap masalah buatan
berkaitan Syiah dan Sunni. Revolusi Islam Iran yang menyala sejak tahun 1978 M
telah membangunkan ruh umat Islam dalam satu poros panjang dari Tanza sampai
Jakarta. Dengan kemajuan Revolusi Islam, sebagian besar kaum muslimin
mengharapkan kemenangan-kemenangan bercahaya seperti awal kemunculan Islam
lewat Tehran dan Qom. Dengan kemajuan Revolusi Islam, sebagian besar kalangan
mulai memihaknya, kalangan yang memperlihatkan kegembiraannya di jalanan Kairo
, Damesyq, Karachi, Khurtum, Istanbul dan Baitul Muqaddas dan di mana saja yang
yang ada kaum musliminnya.
Di
Jerman Barat, Ustad Isham Atthar, salah satu pemimpin bersejarah gerakan
Ikhwanul Muslimin yang terkenal dengan keikhlasan, jihad panjang dan kesucian,
pria yang tak pernah tunduk terhadap pemerintah manapun dan tidak pernah dekat
dengan istana raja manapun, telah menulis sebuah kitab yang lengkap tentang
sejarah dan akar Revolusi Islam. Dia mendampingi Revolusi dan telah mengirim
telegraf dengan maksud mengucapakan selamat dan dukungan kepada Imam Khomeini.
Ucapan
atas pembelaannya terhadap Revolusi terekam dalam kaset dan tersebar dari
tangan ke tangan para pemuda muslim. Dalam majalah ar-Raid yang dicetak di
Jerman, dia juga mengakui dan menjelaskan tentang Revolusi Islam.
Di
Sudan, sikap gerakan Ikhwanul Muslimin dan para pemuda muslim Universitas
Khurtum adalah sikap yang paling menarik yang disaksikan oleh ibukota-ibukota
negara-negara Islam, tempat di mana mereka melakukan demonstrasi. DR. Hasab
Turabi, pemimpin gerakan Islami di Sudan yang terkenal kepiawaiannya dalam
masalah budaya dan politik, telah mengunjungi Iran dan bertemu dengan Imam
Khomeini dan menumumkan pembelaannya terhadap Revolusi Islam dan pemimpinnya.
Di
Tunisia, majalah al-Ma’rifah, juga mendampingi Revolusi. Majalah itu mengucapkan
selamat atas kemenangan Revolusi dan mengajak semua umat untuk menolongnya.
Peristiwa ini sangat hangat sampai-sampai Ustade Rasyid Ghanushi pimpinan
gerakan Islam Tunisia mengusulkan Imam Khomeini sebagai Imam Kaum Muslimin
dalam sebuah makalah di majalah tersebut yang di kemudian hari menjadi penyebab
pemberdelan majalah dan penawanan para pemimpin gerakan oleh pemerintah.
Ustad
Ghanushi meyakini bahwa kecenderungan keislaman kontemporer “telah mengalami
kristalisasi dan bentuk paling jelas Imam al-Banna, Maududi, Quthb dan Imam
Khomeini yang merupakan wakil dan pemimpin kecenderungan Islami paling penting
dalam gerakan Islam kontemporer.”
Dia
juga menjelaskan: “Dengan kemenangan Revolusi di Iran, Islam telah memulai
sebuah tahapan organisnya.” Dalam bukunya yang berjudul, Apa Maksud Kita
dalam Istilah Gerakan Islami, dia berkata: “Ikhwanul Muslimin di Mesir, Jama’ah
Islami di Pakistan dan gerakan Imam Khomeini di Iran.”
Dia
juga berkata: “Di Iran, telah dimulai sebuah proses yang bisa jadi merupakan
sebuah gerakan terpenting yang akan menyelamatkan seluruh kawasan dan kebebasan
Islam dari cengkeraman pemerintahan-pemerintahan yang selalu berusaha
menggunakan cengkeramannya menentang gelombang Revolusi di kawasan.”
Di
Libanon, dukungan gerakan Islami terhadap Revolusi lebih jelas dan dalam. Ustad
Fathi Yakan, pemimpin gerakan Islami dan majalah terkenalnya al-Aman telah
memilih sikap islami dan berharga berkenaan Revolusi Islam. Ustad Yakan telah
berkali-kali mengunjungi Iran, menghadiri berbagai perayaan dan telah mendukung
Revolusi lewat ceramah-ceramahnya.
Di
Yordania, Ustad Muhammad Abdurrahman Khalifah, Sekjen Ikhwanul Muslimin sebelum
dan sesudah mengunjungi Iran, menyatakan dukungannya terhadap Revolusi Islam,
demikian juga Ibrahim Zaidkilani yang meminta Raja Husain mundur! Dan Ustad
Yusuf al-Azm yang syair terkenalnya telah diterbitkan dalam majalah al-Aman
telah mengajak ummat berbait kepada Imam Khomeini di dalam syairnya. Di akhir
syairnya dia berkata:
Salam atas Khomeini, pemimpin kami…
Penghancur istana kezaliman, tidak takut pada api
Kami berikan darah dan medali padanya
Kami akan maju
Mengalahkan kekufuran
Meninggalkan kegelapan
Agar dunia kembali terang dan damai.
Penghancur istana kezaliman, tidak takut pada api
Kami berikan darah dan medali padanya
Kami akan maju
Mengalahkan kekufuran
Meninggalkan kegelapan
Agar dunia kembali terang dan damai.
Di
Mesir, majalah-majalah gerakan Islami seperti ad-Da’wah, al-I’tisham wal
Mukhtarul Islam juga mendampingi Revolusi dan mengakui keislaman Revolusi serta
membela pemimpinnya. Ketika serangan Saddam ke Iran dimulai, di sampul depan
majalahnya al-I’tisham menulis: “رفيق تكريتي.. شاگرد ميشل عفلق kembali ingin menegakkan Qadisiah (nama sebuah kota kuno di
Irak) baru di Iran!.”
Dalam
edisi yang sama, al-Itisham menulis makalah dengan judul “Ketakutan akan
Meluasnya Revolusi Islam di Irak” dan menyatakan: “Saddam Husein menyakini
bahwa masa perubahan tentara Iran dari tentara Syah ke tentara Islam adalah
sebuah kesempatan emas dan tidak akan terulang! untuk menghancurkan tentara dan
revolusi ini, sebelum para komandan dan tentara ini berubah menjadi sebuah
kekuatan yang tidak terkalahkan di bawah ideologi Islami.”
Ustad
Jabir Rizq, salah satu wartawan terkenal Ikhwanul Muslimin dalam al-I’tisham,
ketika menuliskan faktor-faktor penyebab perang menulis: “Bersamaan dengan
maraknya api peperangan, semua skenario Amerika menentang Iran mengalami
kegagalan.”
Dia
juga menambahkan: “Saddam Husein lupa bahwa dia akan memerangi sebuah negara
yang jumlah penduduknya 4 kali penduduk Irak dan negara ini adalah satu-satunya
negara yang mempu berevolusi menentang imprealisme salibi-Yahudi.”
Selanjutnya
dia menambah:
“Rakyar Iran bersama seluruh instansi terkaitnya siap untuk berperang sampai mereka meraih kemenangan dan bisa menghancurkan rezim haus darah Bats. Kekuatan rohani sedemikian rupa di kalangan rakyat Iran tidak pernah ditemukan sebelumnya. Keinginan mati syahid menjelma menjadi sebuah perlombaan dan pekerjaan yang ingin didahulukan. Rakyat Iran sangat yakin bahwa kemenangan pasti akan berada di tangan Iran.”
“Rakyar Iran bersama seluruh instansi terkaitnya siap untuk berperang sampai mereka meraih kemenangan dan bisa menghancurkan rezim haus darah Bats. Kekuatan rohani sedemikian rupa di kalangan rakyat Iran tidak pernah ditemukan sebelumnya. Keinginan mati syahid menjelma menjadi sebuah perlombaan dan pekerjaan yang ingin didahulukan. Rakyat Iran sangat yakin bahwa kemenangan pasti akan berada di tangan Iran.”
Ustad
Jabir Rizq menjelaskan bahwa tujuan penjajah melakukan perang adalah kehancuran
Revolusi. Dia menulis: “Dengan kehancuran sistem Revolusi Iran maka bahaya yang
mengancam bentuk-bentuk taghut ini juga akan hilang. Mereka menggigil
membayangkan kemungkinan revolusi berbagai negara lainnya dalam menentang
mereka serta kehancuran mereka lewat cara yang sama yang dilakukan rakyat
muslim Iran saat menghancurkan Syah.”
Dan
kemudian, di akhir makalah dia menulis: “Tetapi Hizbullah telah menang, jihad
dan syahadat tidak akan dihindari,
و لينصرنَّ الله من ينصره ان الله لقوي عزيز. “
Jadi,
initi perang adalah hal ini bukan sebagaimana yang didengungkan oleh Saudi dan
sebagian kalangan lugu yang tidak paham apa yang sedang terjadi di dunia dan
berkata: Iran adalah Syiah dan ingin menghancurkan sistem Sunni di Irak!
Kejahilan dan kebutaan ini sangat menyedihkan! Dan betapa besar pengkhianatan
yang dilakukan oleh orang-orang yang menanamkan kejahilan dan kebencian di
dalam hati ummat?!
Al-I’tisham
di salah satu majalahnya membuat judul: “Revolusi yang memperbaharui
perhitungan dan mengguncang kestabilan” dan dalam edisi ini dia mengajukan pertanyaan:
“Mengapa Revolusi Iran merupakan revolusi terbesar di era kontemporer?”
Di
akhir makalah yang sengaja ditulis untuk memperingati ulang tahun kedua
Revolusi Islam, penulis sembari menulis tentang kekuatan tentara Syah dan
peralatan yang digunakan untuk menghancurkannya, menambahkan: “Revolusi Iran
akhirnya menang setelah mengalirkan darah ribuan orang dan dengan dengan
aktivitas, hasil positif dan pengaruhnya, Revolusi mampu mengubah perhitungan
dan mengguncang kestabilan serta merupakan revolusi terbesar dalam sejarah
kontemporer.”
Mari
kita lihat sikap Ikhwanul Muslimin Mesir ketika terjadi krisis penawanan
mata-mata yang mengeluarkan dan mengirimkan pengumuman kepada semua pemimpin
gerakan-gerakan Islam di seluruh dunia:
“Jika
masalah hanyalah terkait dengan Iran, manusia bisa menerima sebuah jalan tengah
setelah memahami kondisi yang ada, tetapi Islam dan kaum muslimin yang berada
di mana saja bertanggung jawab dan menanggung amanat atas pemerintahan Islam,
pemerintahan yang pada abad 20 telah menang dengan mengorbankan darah rakyatnya
demi menegakkan pemerintahan Ilahi menentang pemerintahan otoriter, imperialis
dan zionisme.”
Pengumuman
tersebut juga menyinggung pandangan Revolusi Iran kepada mereka yang berusaha
melemahkan Revolusi dan berkata bahwa mereka itu tidak akan terlepas dari 4
kondisi ini:
“Apakah
seorang muslim yang tidak mampu memahami jaman topan Islam dan masih mengalami
era ketundukan. Dia harus memohon ampun kepada Allah dan berusaha
menyempurnakan kekurangan pengetahuannya tentang makna jihad dan kemuliaan
Islam. Ataukah dia adalah boneka yang menjadi perantara pemenuhan kebutuhan
musuh-musuh Islam meski harus dengan cara merugikan Islam tapi pada saat yang
sama malah menyerukan persaudaraan dan pentingnya menjaga persaudaraan. Ataukah
seorang muslimin lemah yang tidak memiliki pendapat dan keinginan, dan harus
digerakkan oleh orang lain. Ataukah dia seorang munafik yang sedang memainkan
tipudaya!”
Saat
serangan Saddam ke Iran dimulai, Divisi Internasional Ikhwanul Muslimin juga
mengeluarkan pengumuman yang ditujukan kepada rakyat Irak dan menyerang partai
Bats Kafir (sesuai ungkapan pengumuman):
“Perang
ini bukanlah perang membebaskan kaum lemah, wanita dan anaka-anak tidak berdaya
dan tidak akan ada hasilnya. Rakyat muslim Iran sendiri telah membebaskan
dirinya dari kezaliman imperialis Amerika dan Zionis lewat jihad herois dan
revolusi mendasar yang sangat istimewa di bawah pimpinan seorang Imam yang
tidak diragukan lagi adalah merupakan sumber kebanggaan Islam dan kaum
muslimin.”
Di
akhir pengumuman, seruan ditujukan kepada rakyat Irak: “Hancurkanlah penguasa
jahat kalian. Tidak ada kesempatan yang lebih baik dari ini. Letakkan
senjata-senjata anda ke tanah dan bergabunglah dengan Revolusi. Revolusi Islam
adalah revolusi anda semua.”
Sikap
Jamaah Islam Pakistan terjelma dalam fatwa Maulana Abul A’la Maududi yang
dicetak dalam majalah ad-Da’wah saat menjawab pertanyaan majalah tentang
revolusi Islam Iran. Faqih mujtahid yang diakui oleh semua gerakan Islam
sebagai salah satu tokoh gerakan yang terkenal di jamannya, berkata:
“Revolusi
Imam Khomeini adalah sebuah revolusi Islam dan pelakunya adalah jamaah Islam
dan para pemuda yang tumbuh dalam pangkuan tarbiyah Islam. Dan wajib bagi kaum
muslimin secara umum dan gerakan-gerakan Islami secara khusus untuk mengakui
dan bekerja sama dengan Revolusi ini dalam segala bidang.”
Oleh
karena itu, hal ini adalah sebuah sikap syar’i berkaitan dengan Revolusi dan
sebagaimana yang dikemukakan Maududi, jika kita ingin setia pada Islam maka
mengakui dan bekerja sama dengan Revolusi adalah wajib. Memusuhi Revolusi dan
menjalankan perang Salibi menentangnya, (yang dilakukan siapa?) yang dilakukan
oleh kelompok-kelompok hanya digambarkan sebagai bagian dari gerakan Islam
adalah pekerjaan salah di mata syar’i dan bertentangan dengan fatwa para
mujtahid besar.
Sebelum
kita tinggalkan Maududi, saya akan sampaikan bahwa suatu hari seorang pemuda
berkata kepada saya tentang penarikan fatwa Abul A’la yang dilakukannya
sendiri. Saya kaget mendengar ucapan pemuda berhati baik ini yang mengutip
ucapan tersebut dari orang lain dan orang tersebut juga menukilnya dari sumber
terpercaya! Tetapi keheranan saya segera hilang ketika saya lihat ada
tangan-tangan kotor di balik lelucon tak berharga ini. Siapakah yang
menyebarkan peristiwa penarikan fatwa faqih mujtahid tersebut? Apakah tidak
selayaknya hal itu diberitakan oleh ad-Da’wah? Tetapi ad-Da’wah dan yang
lainnya tidak melakukannya dan tidak akan melakukannya.
Orang
pertama yang mengetahui hal ini adalah orang yang menciptakan lelucon itu dan
seperti biasanya adalah ‘orang-orang terpecaya’ dari gerakan Islami hari ini!
Tetapi poin aneh dalam hal ini adalah bahwa orang terpercaya itu sendiri tidak
mengetahui hal ini bahwa sebulan setelah Abul A’la Maududi mengeluarkan fatwa
tersebut, dia telah kembali ke alam baka.
Dan
sikap al-Azhar lewat mantan Syaikh al-Azhar, dalam wawancara dengan majalah
as-Saryqul Ausath mengatakan: “Imam Khomeini adalah saudara muslim dan seorang
muslim yang jujur.” Kemudian menambahkan: “Kaum muslimin adalah bersaudara
meski berlainan mazhab dan Imam Khomeini berdiri di bawah bendera Islam,
sebagaimana saya berdiri di bawahnya.”
Ustad
Fathi Yakan, di akhir kitabnya yang berputar dari tangan ke tangan para pemuda
gerakan Islam, ketika menganalisa skenario imperialis dan kekuatan
internasional yang menentang Islam, berkata:
“Sejarah
menjadi saksi ucapan-ucapan kami. Dan Revolusi Islam Iranlah yang membuat seluruh
kekuatan kufr dunia bangkit demi menghancurkan janin Revolusi itu dan itu
dikarenakan Revolusi ini adalah Islami, tidak Timur dan tidak Barat.”
Nah,
para pemuda Islam saat ini mendengarkan siapa? Mendengarkan Abul A’la Maududi
dan Ustad Fathi Yakan atau orang-orang biasa, atau pengklaim Islam atau malah
para pemiliki kepentingan?
Bukti
terakhir yang ada di tangan kita adalah ucapan yang tertera dalam majalah
ad-Da’wah yang saat ini terbit di Yunani, dunia saat ini dapat menyaksikan
kebangkitan integral Islam yang merupakan pengaruh dari Revolusi Islam
Iran—dalam proses naik turunnya—yang mampu menggulingkan musuh terbesar,
terlama dan terganas Islam dan kaum muslimin.”
Oleh
karena itu, majalah ad-Da’wah menganggap Revolusi Iran sebagai Revolusi Islam
dan memberikan pengaruh integral sebagaimana yang telah kami kemukakan di awal
makalah.
Berkaitan
proses naik dan turunnya Revolusi, harus saya katakan bahwa hal ini tak lain
adalah usaha para penjajah yang berusaha mempengaruhi jalannya gerakan
Revolusi. Dan kaum muslimin wajib menghilangkan usaha kaum penjajah tersebut.
Ini
adalah sikap para ulama dan pemikir dalam gerakan Islam Sunni. Mari kita
dengarkan ucapan Imam Khomeini ketika beliau sampai di Paris saat menjawab
pertanyaan tentang azas Revolusi. Beliau berkata:
“Faktor
yang telah membagi kaum muslimin menjadi Sunni dan Syiah di masa lalu, sekarang
tidak ada lagi. Kita semua adalah mulimin dan Revolusi ini adalah Revolusi
Islam. Kita semua adalah saudara se-Islam.”
Dalam
kitab al-Harakatul Islamiyyah Wattahdis, Ustad Ghanushi mengutip ucapan Imam
Khomeini: “Kami ingin agar Islam berkuasa sebagaimana yang telah diwahyukan
kepada Rasulullah saw. Tidak ada beda antara Sunni dan Syiah, sebab pada jaman
Rasulullah saw tidak terdapat mazhab-mazhab.”
Dalam
Konfernsi ke-14 ملتقي الفكر الاسلامي tentang Pemikiran Islam yang diselenggerakan di al-Jazair,
Sayyid Hadi Khosrushahi, wakil Imam Khomeini berkata:
“Saudaraku
semua! Musuh-musuh kita tidak membedakan Sunni dan Syiah. Mereka hanya mau
menghancurkan Islam sebagai sebuah ideologi dunia. Oleh karena itu, segala
kerja sama dan langkah demi menciptakan perbedaan dan pertentangan antara
muslimin dengan tema Syiah dan Sunni berarti bekerja sama dengan kufr dan
memusuhi Islam dan kaum muslimin. Berdasarkan hal ini, fatwa Imam Khomeini
adalah Pertentangan adalah haram dan pertentangan harus dihapuskan.”
Apakah
setelah ini kita mampu memahami intisari Revolusi, tugas-tugas sejarah dan
kewajiban-kewajiban Ilahiah? Sekali lagi bahwa, Islam kembali hidup dalam
pertarungan dengan colesy kontemporer Barat. Pendukung Islam Iran saat ini—di
samping semua kaum muslimin yang sadar dan setia—telah mengibarkan bendera
kehidupan baru demi mewujudkan kemenagan Islam di dunia dan demia mewujudkan
tujuan akhir kehidupan—keridhaan Allah swt.
Akhirul
kalam, mari kita dengan mengikuti ucapan pemikir Mesir, Amsihi dan Marksist
Ghali Syukri, yang menjelaskan sebagian tugas Ilahiah dalam serangan kepada
Revolusi Islam. Dalam sebuah makalah yang diterbitkan oleh Dirasatu Arabiyyah
dan majalah al-Bidrul Siyasi cetakan Quds menukilnya, Ghali menulis: “Salah
satu keajaiban di zaman kita yang cukup jelas bagi semua orang adalah para
pemikir yang dalam sejarah terkenal sebagai pemikir Marxisme telah berubah
menjadi pendukung Islam murni hanya dalam sekejap mata. Para pemikir yang
tergantung pada Barat telah berubah menjadi orang Timur yang taasub tanpa
syarat apa pun.
Demikianlah,
di bawah bendera Imam Khomeini telah berkumpul sekelompok pemikir Arab dengan
alasan pembaruan pendapat dalam hal-hal yang sudah jelas, dengan alasan kembali
pada asli setelah keterasingan yang lama dan terpengaruh Barat serta dengan
alasan kekalahan memalukan Marxisme, Laisme, Liberalisme dan Nasionalisme.”
Ucapan
Ghali Syukri selesai. Tetapi pada hakikatnya, meskipun dia menyerang dan
menghina gelombang pro Khomeini, dia telah mempu memahami intisari Revolusi
Islam lebih dari para ulama Islam lainnya!
Akhirnya,
saya akan mengulangi ucapan Imam Khomeini yang telah beliau sampaikan dalam
khutbah 17 tahun lalu (Jumadil Awal 1384 H):
“Tangan-tangan
kotor yang telah menciptakan pertentangan di dunia Islam antara Sunni dan Syiah
bukan Sunni dan Syiah. Mereka adalah tangan-tangan imperialis yang ingin
berkuasa di negara-negara Islam. Mereka adalah pemerintahan-pemerintahan yang
ingin merampok kekayaan rakyat kita denganberbagai tipuan dan alat dan
menciptakan pertentangan dengan nama Syiah dan Sunni.”
Oleh:
DR. Izzuddin Ibrahim.
Kairo.
Kairo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar